Rabu, 06 Maret 2013

Feature : Mutiara Hitam di Jalanan

Edit Posted by with No comments

Mutiara Hitam di Jalanan
Mereka bermodalkan sebungkus kantong bekas bungkus permen dan menggunakan baju lusuh itulah anak jalanan yang ada di Perempatan menuju tol Cileunyi,Bandung. Umur mereka di bawah 15tahun yang seharusnya kini duduk di Sekolah Dasar namun nasib membawa mereka ke jalanan. Mereka berdua menyanyikan beberapa lagu yang tak begitu jelas dengan suara lantang mereka. Satu persatu mobil angkot atau bus kota mereka hampiri.
Mutiara hitam di jalanan itulah sebutan untuk mereka, di tengah panasnya mentari mereka mondar-mandir menghampiri beberapa mobil yang berhenti demi mendapatkan uang untuk hidup sehari. Keinginan mereka bukanlah hidup di jalanan. Faktor ekonomi adalah alasan utama kenapa mereka harus ada di sekumpulan asap mobil dan debu. Anak di bawah umur yang terlantar,mereka tak seharusnya berada di jalanan seperti itu. Ibarat Mutiara yang indah seharusnya mereka bisa di jaga dan diberi perhatian. Akan menjadi apa kelak generasi muda di Indonesia jika hal seperti ini masih ada dan terus berlanjut?Apakah pemerintah tak bisa turun tangan sama sekali?
Mereka menyanyikan lagu bersama sama dan menyodorkan kantong plastik bekas bungkus permen kepada para penumpang berharap di kasihani dan diberi uang.  Hanya beberapa receh yang mereka dapat,ada pun yang iba terhadap mereka dan memberikan uang lebih. Uang yang mereka dapatkan dari perorang paling besar hanya 5 ribu rupiah itupun hanya sekali dalam beberapa puluh mobil yang mereka hampiri. Dan kebanyakan dari penumpang hanya memberi mereka uang receh 5 ratus rupiah.
Kadang mereka beristirahat sejenak di bawah pohon dekat trotoar jalan sambil menghitung uang hasil mereka mengamen. Minggu siang itu sangat panas dan membuat mereka berkali-kali membeli minuman, 1 buah air mineral yang berharga 5 ratus rupiah untuk berdua. Wajah mereka tersengat matahari dan tercampur debu serta asap kendaaraan.  Sejak pukul 09.00 mereka sudah ada di perempatan yang banyak di diami mobil sedang ngetem. Mereka tak mengenal lelah bahkan mereka  sudah terbiasa dengan hinaan orang-orang. Kerap kali mereka di tegur oleh para kondektur bus karena mengganggu kenyamanan penumpangnya sehingga terpaksa mereka tidak jadi mengamen di bus tersebut.
Terlihat dari wajah mereka bahwa mereka pun tak menginginkan menjadi seperti itu. Beberapa kali mereka mengeluh karena hanya mendapatkan beberapa rupiah selama berjam-jam. Rupanya Minggu itu penumpang sangat sepi. Mereka sama sekali tak membeli makanan berat untuk menganjal perut mereka. Menahan panas dan lapar sudah menjadi kebiasaan mereka setiap hari. Mereka hanya menyanyikan lagu itu-itu saja dan tak ada satupun alat musik yang mereka bawa. Mereka bernyanyi sambil menepukkan kedua telapak tangan mereka dan berpadu dengan nyanyian mereka.
Anak seumuran mereka seharusnya bisa bersekolah dengan nyaman dan di perhatikan oleh orang tua mereka. Bukan hanya orang tua mereka saja yang bertanggung jawab tetapi pemerintah pun harus ikut andil dalam hal ini. Jaminan atas hak asasi mereka perlu di pertanyakan lagi. Selain itu wajib belajar 9 tahun pun harus lebih di perketat lagi.

0 komentar:

Posting Komentar