Mutiara Hitam di Jalanan
Mereka
bermodalkan sebungkus kantong bekas bungkus permen dan menggunakan baju lusuh
itulah anak jalanan yang ada di Perempatan menuju tol Cileunyi,Bandung. Umur
mereka di bawah 15tahun yang seharusnya kini duduk di Sekolah Dasar namun nasib
membawa mereka ke jalanan. Mereka berdua menyanyikan beberapa lagu yang tak
begitu jelas dengan suara lantang mereka. Satu persatu mobil angkot atau bus
kota mereka hampiri.
Mutiara
hitam di jalanan itulah sebutan untuk mereka, di tengah panasnya mentari mereka
mondar-mandir menghampiri beberapa mobil yang berhenti demi mendapatkan uang
untuk hidup sehari. Keinginan mereka bukanlah hidup di jalanan. Faktor ekonomi
adalah alasan utama kenapa mereka harus ada di sekumpulan asap mobil dan debu.
Anak di bawah umur yang terlantar,mereka tak seharusnya berada di jalanan
seperti itu. Ibarat Mutiara yang indah seharusnya mereka bisa di jaga dan diberi
perhatian. Akan menjadi apa kelak generasi muda di Indonesia jika hal seperti
ini masih ada dan terus berlanjut?Apakah pemerintah tak bisa turun tangan sama
sekali?
Mereka
menyanyikan lagu bersama sama dan menyodorkan kantong plastik bekas bungkus
permen kepada para penumpang berharap di kasihani dan diberi uang. Hanya beberapa receh yang mereka dapat,ada
pun yang iba terhadap mereka dan memberikan uang lebih. Uang yang mereka
dapatkan dari perorang paling besar hanya 5 ribu rupiah itupun hanya sekali
dalam beberapa puluh mobil yang mereka hampiri. Dan kebanyakan dari penumpang
hanya memberi mereka uang receh 5 ratus rupiah.
Kadang
mereka beristirahat sejenak di bawah pohon dekat trotoar jalan sambil
menghitung uang hasil mereka mengamen. Minggu siang itu sangat panas dan
membuat mereka berkali-kali membeli minuman, 1 buah air mineral yang berharga 5
ratus rupiah untuk berdua. Wajah mereka tersengat matahari dan tercampur debu serta
asap kendaaraan. Sejak pukul 09.00
mereka sudah ada di perempatan yang banyak di diami mobil sedang ngetem. Mereka tak mengenal lelah bahkan
mereka sudah terbiasa dengan hinaan
orang-orang. Kerap kali mereka di tegur oleh para kondektur bus karena mengganggu
kenyamanan penumpangnya sehingga terpaksa mereka tidak jadi mengamen di bus
tersebut.
Terlihat
dari wajah mereka bahwa mereka pun tak menginginkan menjadi seperti itu.
Beberapa kali mereka mengeluh karena hanya mendapatkan beberapa rupiah selama berjam-jam.
Rupanya Minggu itu penumpang sangat sepi. Mereka sama sekali tak membeli
makanan berat untuk menganjal perut mereka. Menahan panas dan lapar sudah
menjadi kebiasaan mereka setiap hari. Mereka hanya menyanyikan lagu itu-itu
saja dan tak ada satupun alat musik yang mereka bawa. Mereka bernyanyi sambil
menepukkan kedua telapak tangan mereka dan berpadu dengan nyanyian mereka.
Anak
seumuran mereka seharusnya bisa bersekolah dengan nyaman dan di perhatikan oleh
orang tua mereka. Bukan hanya orang tua mereka saja yang bertanggung jawab
tetapi pemerintah pun harus ikut andil dalam hal ini. Jaminan atas hak asasi
mereka perlu di pertanyakan lagi. Selain itu wajib belajar 9 tahun pun harus
lebih di perketat lagi.
0 komentar:
Posting Komentar